Wajib Daftar Perusahaan

Dalam era globalisasi dewasa ini, informasi mempunyai peranan yang strategis baik bagi dunia usaha maupun pemerintah dalam menentukan kebijakan publik. Pemerintah, melalui Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada dasarnya telah mengantisipasi perkembangan ini melalui Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang disahkan pada tanggal 1 Februari 1982 dan secara efektif mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1985.

 

Dalam Undang-undang tersebut mewajibkan setiap perusahaan mendaftarkan pada Kantor Pendaftaran Perusahaan yang dilakukan di daerah kabupaten/kota dengan cara mengisi formulir pendaftaran. Hasil dari pendaftaran perusahaan diolah oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagai sumber informasi resmi yang memuat identitas dan hal-hal menyangkut perusahaan yang bekerja dan berkedudukan di wilayah Republik Indonesia. Informasi perusahaan tersebut bersifat terbuka dan dari sisi hukum dapat dipergunakan sebagai alat pembuktian sempurna.

 

Pendaftaran perusahaan mencakup seluruh bentuk usaha yaitu Perseroan Terbatas, Koperasi, CV, Firma, Perusahaan Perorangan dan Bentuk Perusahaan Lainnya. Perusahaan tersebut bergerak dalam 10 sektor usaha berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia.

 

Dalam pelaksanaannya UU No. 3 Tahun 1982 terkait dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan jo. Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1998. Peraturan ini mewajibkan setiap perusahaan yang mempunyai kekayaan Rp 25 miliar ke atas menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.

 

DASAR HUKUM WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

 

Pertama kali diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23  Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi.

 

Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada, selanjutnya pada tahun 1982 wajib daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang tentunya sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum. Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.

 

Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No.1 Tahun 1995, dengan adanya undang-undang tersebut maka hal-hal yang berkenaan dengan PT seperti yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.

 

Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)

 

Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.

 

Dalam konteks ini, antara UUWDP dengan UUPT baru kalau kita membandingkan ketentuan dalam pasal 29 ayat I UUPT baru bahwa dinyatakan :

 

  • Daftar Perseroan diselenggarakan Menteri

Adapun pengertian Menteri dalam pasal I angka 16 UUPT yang baru adalah sebagai barikut:

Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Sedangkan kalau kita membandingkan dengan ketentuan pasal 21 ayat I UUPT lama beserta penjelasannya :

 

  1. Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar perusahaan
  • Akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman.
  • Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman.
  • Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.

Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan

 

  1. Dasar Pertimbangan Wajib Daftar Perusahaan

 

  • Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia,
  • Adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha,
  • Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Ketentuan Umum Wajib Daftar Perusahaan

Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan adalah :

 

  • Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan;
  • Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan;
  • Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
  • Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki atau bernaung dibawah lembaga-lembaga sosial, misalnya, yayasan.
  • Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan;
  • Dalam hal pengusaha perseorangan, pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
  • Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
  • Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.

TUJUAN DAN SIFAT WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha ( Pasal 2 ).

Tujuan daftar perusahaan :

 

  • Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data serta keterangan lain tentang perusahaan.
  • Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
  • Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha.
  • Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
  • Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha.

Daftar Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ).

 

  1. Tujuan Wajib Daftar Perusahaan

Maksud diadakannya usaha pendaftaran perusahaan ialah tidak hanya untuk mencegah agar supaya khalayak ramai terhadap suatu nama perusahaan mendapatkan suatu gambaran yang keliru mengenai perusahaan yang bersangkutan, tetapi terutama untuk mencegah timbulnya gambaran sedemikian rupa sehingga pada umumnya gambaran itu mempengaruhi terjadinya perbuatan-perbuatan ekonomis pihak-pihaik yang berminat mengadakan perjanjian

  1. Sifat Wajib Daftar Perusahaan

Wajib Daftar Perusahaan bersifat terbuka. Maksudnya ialah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi. Setiap orang yang berkepentingan dapat memperoleh salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan tertentu, setelah membayar biaya administrasi yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.

 

CARA ,TEMPAT DAN WAKTU PENDAFTARAN PERUSAHAAN

Menurut Pasal 9 :

 

  • Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
  • Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :

 

  • di tempat kedudukan kantor perusahaan;
  • di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
  • di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.

Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya. Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Sesuatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang ( Pasal 10 ).

Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak termasuk kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan.

Pendaftaran Perusahaan dilakukan dengan cara mengisi Formulir Pendaftaran Perusahaan yang diperoleh secara Cuma-Cuma dan diajukan langsung kepada Kepala KPP Tingkat II setempat dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :

Perusahaan Berbentuk PT :

  • Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan serta Data Akta Pendirian Perseroan yang telah diketahui oleh Departemen Kehakiman.
  • Asli dan copy Keputusan Perubahan Pendirian Perseroan (apabila ada).
  • Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum.
  • Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Direktur Utama atau penanggung jawab.
  • Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

Perusahaan Berbentuk Koperasi :

  • Asli dan copy Akta Pendirian Koperasi
  • Copy Kartu Tanda Penduduk Pengurus
  • Copy surat pengesahan sebagai badan hokum dari Pejabat yang berwenang.
  • Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

Perusahaan Berbentuk CV :

  • Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)
  • Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.
  • Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

Perusahaan Berbentuk Fa :

  • Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)
  • Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.
  • Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

Perusahaan Berbentuk Perorangan :

  • Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
  • Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pemilik.
  • Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

Perusahaan Lain :

  • Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
  • Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab perusahaan.
  • Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.

Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan Perusahaan :

  • Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada) atau Surat Penunjukan atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu, sebagai Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan.
  • Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab perusahaan.
  • Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang atau Kantor Pusat Perusahaan yang bersangkutan.

Referensi :

https://nyihuy.wordpress.com/2011/11/24/dasar-hukum-wajib-daftar-perusahaan/

http://www.kemenperin.go.id/artikel/625/Penyempurnaan-Database-Pendaftaran-Perusahaan-Dan-Pelayanan-Informasi-Usaha

 

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

  1. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Seiring dengan perkembangan yang terjadi, muncul kemudian beberapa perjanjian internasional, baik secara khusus mengatur maupun memuat beberapa tentang penyelesaian sengketa. Perjanjian-perjanjian tersebut dibuat oleh negara-negara, baik secara multilateral ataupun melalui lembaga intergovernmental, diantaranya :

 

  1. The Convention for the Pacific Covenant of the League of Nations 1919
  2. The Statute of the Permanent Court of International Justice 1921
  3. The General Treaty for the Renunciation of War 1928
  4. The General Act for the Pacific Settlement of International Disputes 1928
  5. Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional 1945
  6. Deklarasi Bandung 1955
  7. The Manila Declaration on Peaceful Settlement of Disputes between States 1982.

Kelahiran League of Nations (LBB) yang menjadi lembaga intergovernmental pasca terjadinya Perang Dunia I (PD I), tidak mampu mencegah terjadinya penyelesaian sengketa dengan kekerasan antar negara. Karena LBB terbukti tidak dapat melakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya Perang Dunia II (PD II). Dari kondisi seperti itulah, negara-negara yang terlibat dalam PD II kemudian membentuk United Nations (PBB) sebagai pengganti dari LBB. Kelahiran PBB diharapkan dapat mencegah terjadinya hal serupa PD I dan II.

Dalam praktek hubungan antar negara pada saat ini, PBB telah menjadi organisasi intergovernmental yang besar. Dengan keanggotaan sebanyak itu, UN Charter (Piagam) telah dijadikan sebagai rujukan utama oleh banyak negara untuk menyelesaikan sengketa dengan damai. Pencantuman penyelesaian sengketa secara damai di dalam Piagam, memang mutlak diperlukan. Selain karena PBB bertujuan untuk menjaga kedamaian dan keamanan internasional, negara-negara anggota PBB membutuhkan panduan dalam melaksanakan tujuan PBB tersebut.

 

  1. Penyelesaian Sengketa dalam Piagam PBB

Tujuan dibentuknya PBB, yaitu menjaga kedamaian dan keamanan internasional tercantum di dalam pasal 1 Piagam, yang berbunyi :

“To maintain international peace and security, and to that end: to take effective collective measures for the prevention and removal of threats to the peace, and for the suppression of acts of aggression or other breaches of the peace, and to bring about by peaceful means, and in conformity with the principles of justice and international law, adjustment or settlement of international disputes or situations which might lead to a breach of the peace”

Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa, yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat (4) Piagam. Penyelesaian sengketa secara damai ini, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam yang mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya :

 

  • Negosiasi;
  • Enquiry atau penyelidikan;
  • Mediasi;
  • Konsiliasi
  • Arbitrase
  • Judicial Settlement atau Pengadilan;
  • Organisasi-organisasi atau Badan-badan Regional.

Dari tujuh penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah arbitrase dan judicial settlement. Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik.

Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Para pihak dalam sengketa internasional dapat saja menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan peradilan internasional seperti International Court of Justice (ICJ/Mahkamah Internasional), tanpa harus melalui mekanisme negosiasi, mediasi, ataupun cara diplomatik lainnya. PBB tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih untuk memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara politik/diplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau badan peradilan tertentu, karena penyelesaian secara politik/diplomatik akan lebih melindungi kedaulatan mereka.

 

  1. Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik

Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan; mediasi; konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima metode tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.

 

  1. Negosiasi

Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup lama dipakai. Sampai pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi satu-satunya cara yang dipakai dalam penyelesaian sengketa. Sampai saat ini cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.

Dalam praktek negosiasi, ada dua bentuk prosedur yang dibedakan. Yang pertama adalah negosiasi ketika sengketa belum muncul, lebih dikenal dengan konsultasi. Dan yang kedua adalah negosiasi ketika sengketa telah lahir.

Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan mekanisme negosiasi, antara lain :

 

  • Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan penyelesaian sesuai dengan kesepakatan diantara mereka
  • Para pihak mengawasi dan memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya
  • Dapat menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
  • Para pihak mencari penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga dapat diterima dan memuaskan kedua belah pihak

 

  1. Enquiry atau Penyelidikan

J.G.Merrills menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya sengketa antar negara adalah karena adanya ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta. Untuk menyelesaikan sengketa ini, akan bergantung pada penguraian fakta-fakta para pihak yang tidak disepakati. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, para pihak kemudian membentuk sebuah badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian dilaporakan kepada para pihak, sehingga para pihak dapat menyelesaikan sengketa diantara mereka.

Dalam beberapa kasus, badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta dalam sengketa internasional dibuat oleh PBB. Namun dalam konteks ini, enquiry yang dimaksud adalah sebuah badan yang dibentuk oleh negara yang bersengketa. Enquiry telah dikenal sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa internasional semenjak lahirnya The Hague Convention pada tahun 1899, yang kemudian diteruskan pada tahun 1907.

  1. Mediasi

Ketika negara-negara yang menjadi para pihak dalam suatu sengketa internasional tidak dapat menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi, intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini tentu saja harus bersifat netral dan independen. Sehingga dapat memberikan saran yang tidak memihak salah satu negara pihak sengketa.

Intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Misalnya, pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak untuk melakukan negosiasi ulang, atau bisa saja pihak ketiga hanya menyediakan jalur komunikasi tambahan.

Dalam menjalankan tugasnya, mediator tidak terikat pada suatu hukum acara tertentu dan tidak dibatasi pada hukum yang ada. Mediator dapat menggunakan asas ex aequo et bono untuk menyelesaikan sengketa yang ada.

Pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa internasional diatur dalam beberapa perjanjian internasional, antara lain The Hague Convention 1907; UN Charter; The European Convention for the Peaceful Settlement of Disputes.

  1. Konsiliasi

Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak mengikat para pihak.

Pada prakteknya, proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi mempunyai kemiripan dengan mediasi. Pembedaan yang dapat diketahui dari kedua cara ini adalah konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal jika dibandingkan dengan mediasi. Karena dalam konsiliasi ada beberapa tahap yang biasanya harus dilalui, yaitu penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi, kemudian komisi akan mendengarkan keterangan lisan para pihak, dan berdasarkan fakta-fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa.

  1. Good Offices atau Jasa-jasa Baik

Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Menurut pendapat Bindschedler, yang dikutip oleh Huala Adolf, jasa baik dapat didefinisikan sebagai berikut: the involvement of one or more States or an international organization in a dispute between states with the aim of settling it or contributing to its settlement.

Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis (political good offices). Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.

 

  1. Penyelesaian Sengketa Secara Hukum

Penyelesaian sengketa melalui jalur hukum atau judicial settlement juga dapat menjadi pilihan bagi subyek hukum internasional yang bersengketa satu sama lain. Bagi sebagian pihak, bersengketa melalui jalur hukum seringkali menimbulkan kesulitan, baik dalam urusan birokrasi maupun besarnya biaya yang dikeluarkan. Namun yang menjadi keuntungan penyelesaian sengketa jalur hukum adalah kekuatan hukum yang mengikat antara masing-masing pihak yang bersengketa.

 

  • Arbitrase

Hukum internasional telah mengenal arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa, dan cara ini telah diterima oleh umum sebagai cara penyelesaian sengketa yang efektif dan adil. Para pihak yang ingin bersengketa dengan menggunakan metode arbitrase dapat menggunakan badan arbitrase yang telah terlembaga, atau badan arbitrase ad hoc. Meskipun dianggap sebagai penyelesaian sengketa internaisonal melalu jalur hukum, keputusan yang dihasilkan oleh badan arbitrase tidak dapat sepenuhnya dijamin akan mengikat masing-masing pihak, meskipun sifat putusan arbitrase pada prinsipnya adalah final dan mengikat.

Pada saat ini, terdapat sebuah badan arbitrase internasional yang terlembaga, yaitu Permanent Court of Arbitration (PCA). Dalam menjalankan tugasnya sebagai jalur penyelesaian sengketa, PCA menggunakan UNCITRAL Arbitration Rules 1976.

  • Pengadilan Internasional

Selain arbitrase, lembaga lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa internasional melalui jalur hukum adalah pengadilan internasional. Pada saat ini ada beberapa pengadilan internasional dan pengadilan internasional regional yang hadir untuk menyelesaikan berbagai macam sengketa internasional. Misalnya International Court of Justice (ICJ), International Criminal Court, International Tribunal on the Law of the Sea, European Court for Human Rights, dan lainnya.

Kehadiran pengadilan internasional sesungguhnya telah dikenal sejak eksisnya Liga Bangsa-Bangsa, yaitu melalui Permanent Court of International Justice (PCIJ). Namun seiring dengan bubarnya LBB pasca Perang Dunia II, maka tugas dari PCIJ diteruskan oleh ICJ sejalan dengan peralihan dari LBB kepada PBB.

Penyelesaian sengketa internasional melalui jalur hukum berarti adanya pengurangan kedaulatan terhadap pihak-pihak yang bersengketa. Karena tidak ada lagi keleluasaan yang dimiliki oleh para pihak, misalnya seperti memilih hakim, memilih hukum dan hukum acara yang digunakan. Tetapi dengan bersengketa di pengadilan internasional, maka para pihak akan mendapatkan putusan yang mengikat masing-masing pihak yang bersengketa.

Referensi:

http://pirhot-nababan.blogspot.com/2007/07/tinjauan-umum-penyelesaian-sengketa.html

http://novianichsanudin.blogspot.co.id/2011/03/cara-cara-penyelesaian-sengketa-ekonomi.html?m=1

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Untuk menjamin persaingan usaha yang sehat, pemerintah melalui UU No.5/99 melarang perjanjian dan kegiatan yang pada akhirnya menyebabkan persaingan pasar tidak sehat. Perjanjian yang dilarang tersebut antara lain :

 

  1. Oligopoli

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

  1. Penetapan Harga

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi:

 

  • suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
  • suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

 

  1. Pembagian Wilayah

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

  1. Pemboikotan

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:

 

  • merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau
  • membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.

 

  1. Kartel

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

  1. Trust

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

  1. Oligopsoni

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

  1. Integrasi Vertikal

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

  1. Perjanjian Tertutup

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:

 

  • harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
  • tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

 

  1. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Referensi :

http://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/222-persaingan-usaha-tidak-sehat-dalam-tinjauan-hukum

Perjanjian yang Dilarang dalam Persaingan Usaha

 

 

MACAM – MACAM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

  1. Jenis dan pengertian HAKI

Hak Atas Kekayaan intelektual sebenarnya merupakan sebuah lembaga hukum dagang yang sampai saat ini belum secara ketat disepakati batas-batasnya. Literature mengenai HAKI senantiasa berkembang, sehingga tidak mengherankan apabila perubahan dan penambahan jenis serta peruntukan HAKI itu terjadi dari tahun ke tahun.

Literature klasik membedakan dua jenis umum HAKI, yakni Copyrights dan Industrial Property Rights. Copyrights di Indonesia di beri istilah Hak Cipta. Sedangkan Industrial Property Rights, di Indonesia di kenal untuk menunjuk dua jenis HAKI yang erat kaitannya dengan dunia perdagangan dan industri, yakni Hak atas Merk dan Hak Paten. Untuk ketiga jenis HAKI tersebut Negara Indonesia telah mengaturnya dalam Undang-Undang.

Oleh karenanya kita dapat melihat sepintas pengertian ketiga HAKI itu dari peraturan perundang-undangan tersebut. Hak Cipta, menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak atas Merk, menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu mengunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan nya. Sedangkan Paten, menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten, adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya. Perkembangan kemudian menghadirkan bagi masyarakat penambahan jenis-jenis HAKI baru, sehingga kini akrab dibicarakan di kalangan bisnis apa yang disebut : Trade Secret (Rahasia Dagang), Confidential Information, Desain Indusri (Industrial Design), Model dan rancang bangun (Utility Models), dan sumber tanda atau sebutan asal (Indication of Source or Appelation of Oringin).

Dari jenis HAKI yang baru tersebut, saat ini pemerintah baru memprsiapkan draft perundang-undangan mengenai Hak atas Desain Industri. Sedangkan jenis-jenis lain, baru di atur secara privat dalam klausula-klausula perjanjian yang diadakan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini membawa dampak, bahwa pengertian-pengertian yang diberikan terhadap jenis-jenis HAKI baru tersebut tergantung sekali pada pihak-pihak yang berkepentingan. Konsekuensi lebih lanjut, terutama di dalam transaksi dan/atau perikatan-perikatan yang melibatkan pihak asing, adalah lemahnya posisi pihak Indonesia menyangkut hak-hak yang potensial kita dapat. Sebagai contoh misalnya masalah pengalihan teknologi (transfer of technology) yang pada prakteknya seringkali terhambat. Padahal dibidang perikatan yang melibatkan pihak asing inilah sebetulnya persoalan HAKI sering muncul, misalnya dalam joint Venture Agreement, Technical License Agreement, Joint-Operation Agreement dan Franchising.

Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dapat terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri.

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta :

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1)

Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi:

 

  • Paten
  • Merek
  • Desain Industri
  • Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
  • Rahasia Dagang
  • Varietas Tanaman

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten:

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek :

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.(Pasal 1 Ayat 1)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri :

Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :

Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.(Pasal 1 Ayat 1).

Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu. (Pasal 1 Ayat 2).

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :

Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

Contoh :

Pekerjaan saya sebagai staff kantor di perusahaan yang bergerak di bidang Batu Bara dan juga kontraktor, pekerjaan yang biasanya saya lakukan adalah mengenai administrasi juga melakukan survey-survey ke lokasi pekerjaan.Tempat pekerjaan saya berada di dalam ruang kantor yang memiliki fasilitas teknologi seperti computer yang dilengkapi dengan jaringan Internet. Tetapi terkadang saya juga harus melakukan survey ke lokasi kerja yang berada di luar daerah dan memiliki workshop-workshop. Peran penting HAKI sendiri dalam lingkup pekerjaan saya adalah dalam hal teknologi serta informasi di kantor. Seperti misalnya saya membuat alamat e-mail untuk kantor saya serta ide saya mengenai desain industri di dalam workshop adalah salah satu bentuk prinsip HAKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) saya selama di dalam kantor.

Sehingga peran HAKI sangat penting dalam hal kemajuan pekerjaan saya selain itu HAKI membantu Pengembangan Pekerjaan saya karena apa saya buat dan ciptakan memiliki Hak atas Kekayaan Intelektual saya.

Referensi : http://oirab.blogspot.co.id/2012/10/jenis-dan-pengertian-haki.html?m=1

 

Hukum Hutang Piutang (Tugas Softskill)

Perkara hutang piutang ada pasalnya, yakni dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata pada Pasal 1756 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, antara lain:

  • Menyatakan bahwa utang yang timbul karena peminjaman uang, hanya terdiri dan sejumlah uang yang digariskan dalam perjanjian.
  • Berdasarkan pengertian itu maka setiap utang piutang dinyatakan pinjaman uang harus digariskan dalam perjanjian.

 

Bentuk perjanjian ada dua yakni secara tertulis dan lisan. Dalam kasus ini kalau perjanjian tidak tertulis bukan berarti tidak bisa ditagih.

Kalau debitor (punya utang) mangkir / tidak mengakui mempunyai utang sehingga mempersulit kreditor, maka harus mempunyai bukti dengan mencari saksi yang mengetahui betul adanya utang piutang minimal dua orang saksi. Sehinga persoalan utang piutang tersebut bisa diproses secara hukum.

Maka, sebaiknya disarankan setiap perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis dan bentuknya bebas yang penting dalam perjanjian memuat identitas subjek yang membuat perjanjian, dan keterangan tentang objek yang diperjanjikan.

 

Prinsipnya, masalah pinjam meminjam adalah termasuk lingkup hukum perdata. Sehingga tidak bisa dibawa ke ranah pidana. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, berbunyi:

“2). Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.”

Selain itu, beberapa putusan pengadilan (Mahkamah Agung) yang  berkekuatan hukum tetap (Yurisprudensi) juga sudah menegaskan hal yang sama, antara lain:

  1. Putusan MA Nomor Register : 93K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970menyatakan: “Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.”
  2. Putusan MA Nomor Register : 39K/Pid/1984, tertanggal 13 September 1984menyatakan: “Hubungan hukum antara terdakwa dan saksi merupakan hubungan perdata yaitu hubungan jual beli, sehingga tidak dapat ditafsirkan sebagai perbuatan tindak pidana penipuan.”
  3. Putusan MA Nomor Register : 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986menyatakan: “Sengketa Perdata Tidak dapat dipidanakan.”

 

Upaya yang bisa dilakukan dalam pinjam meminjam adalah mengajukan gugatan wanprestasi atau ingkar janji ke Pengadilan. Dasar hukumnya Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukm Perdata (KUHPer), berbunyi:

Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”

Anda dapat menuntut uang Anda kembali, beserta biaya-biaya yang sudah dikeluarkan untuk mengurus masalah ini, ganti rugi dan bunga sesuai yang dijanjikan teman Anda tersebut. Dasar Hukumnya Pasal 1244 KUHPerdata berbunyi:

“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”

Sedang, jalur pidana hanya bisa digunakan jika memang ada unsur-unsur penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau pun unsur pasal tindak pidana lainnya dalam pinjam meminjam tersebut. Pasal 378 KUHP, berbunyi:

Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

 

Sumber :

http://lampung.tribunnews.com/2013/10/22/apa-bisa-utang-piutang-tanpa-surat-perjanjian-diproses-hukum

Bisa Tidak Seseorang Dipidana Karena Tidak Mampu Membayar Utang?

RANGKUMAN HUKUM PERDATA (Tugas Softskill)

HUKUM PERDATA PERJANJIAN

 

Hubungan Perikatan dengan Perjanjian

Menurut Prof. Subekti, perkataan “perikatan” mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “perjanjian”. Perikatan lebih luas dari perjanjian, karena perikatan itu dapat terjadi karena:

  • Perjanjian
  • Undang-Undang

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa antara perjanjian dengan perikatan mempunyai hubungan, di mana perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian merupakan bagian dari perikatan. Jadi, perjanjian melahirkan perikatan dan perjanjian merupakan sumber terpenting dalam perikatan.

 

Pengertian Perjanjian

Menurut para sarjana:

  • Menurut Prof. Subekti, S.H. Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal.
  • Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, S.H. Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda dua pihak, di mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan seuatu hal.
  • Menurut Abdulkadir Muhammad, S.H. Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.

Sedangkan menurut KUHPer Pasal 1313, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

 

Asas-asas Perjanjian

  • Sistem terbuka. Asas ini mempunyai arti bahwa mereka yang tunduk dalam perjanjian bebas dalam menentukan hak dan kewajibannya. Asas ini disebut juga asa kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPer).
  • Bersifat pelengkap. Artinya pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh disingkirkan, apabila pihak-pihak yang mebuat perjanjian itu menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari undang-undang.
  • Konsensualisme . Artinya bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini sesuai dengan syarat syahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPer).
  • Kepribadian. Mempunyai arti bahwa, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1315 KUHPer, pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.

Syarat-syarat Syahnya Perjanjian

  • Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Hal ini dimaksudkan, bahwa para pihak yang hendak mengadakan suatu perjanjian, harus terlebih dahulu bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan itu.
  • Kecakapan untuk membuat perjanjian itu. Pada dasarnya, setiap orang yang cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika oleh Undang-Undang tidak dinyatakan tak cakap (Pasal 1329 KUHPer)
  • Adanya suatu hal tertentu. Suatu hal yang diperjanjikan harus jelas dan dapat ditentukan
  • Adanya suatu sebab yang halal

 

Menyangkut isi perjanjian yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang (lihat Pasal 1337 KUHPer).

 

Jenis-jenis Perjanjian

  • Perjanjian timbal-balik (hak dan kewajiban)
  • Perjanjian sepihak (menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja)
  • Perjanjian cuma-cuma (menimbulkan keuntungan pihak lain)
  • Perjanjian atas beban (kedua prestasi ada hubungan hukum)
  • Perjanjian konsensuil (kesepakatan antar 2 pihak)
  • Perjanjian riil (kesepakatan disertai penyerahan nyata barangnya)
  • Perjanjian bernama (diatur UU) dan tak bernama (tak diatur UU)

 

Sumber : http://www.sumbbu.com/2016/04/hukm-perdata-hukum-perikatan-pengertian-macam-sumber.html

 

HUKUM PERDATA DAGANG

Pengertian Hukum Dagang Lengkap Definisi Menurut Para Ahli Internasional – Hukum Dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum yang terdapat dalam masyarakat umum maupun dalam perdagangan.

Pengertian Hukum Dagang

  • Hukum dagang merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
  • Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan.
  • Hukum Dagang adalah ketentuan-ketentuan sebagian besar pengaturannya terdapat pada kodifikasi kitab undang-undang hukum dagang.
  • Hukum dagang yaitu hukum perikatan yang timbul spesial dari lapangan perusahaan.
  • Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan.

Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHperdata dan KUHdagang antara lain :

  • Van Kan beranggapan bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus,. KUHper memuat hukum perdata dalam arti sempit sedangkan KHUD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit.
  • Van Apeldoorn menganggap hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHperdata.
  • Sukardono menyatakan bahwa pasal 1 KUHD memilihara kesatuan antara hukum perdata umum dan hukum perdata Dagang sekedar KUHD tidak khusus menyimpang dari KUHPerdata.
  • Tirtamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum perdata yang istimewa.
  • Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KHUPer sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada hukum perdat dan perkataan dagang bukan suatru pengertian ekonomi.

Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada :

  1. Hukum tertulis yang sudah di kodifikasikan
  • KUHD (kitab undang-undang hukum dagang) atau wetboek van koophandel Indonesia (W.K)
  • KUHS (kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk wetboek Indonesia (B.W)

 

  1. Hukum-hukum tertulis yang belum dikoodifikasikan, Yakni :

Perudang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan. Pada bagian KUHS itu mengatur tentang hukum dagang. Hal-hal yang diatur dalam KUHS adalah mengenai perikatan umumnya seperti :

  • Persetujuan jual beli (contract of sale)
  • Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire)
  • Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)

Hukum dagang selain diatur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturan-peraturan khusus (yangbelum di koodifikasikan) seperti :

  • Peraturan tentang koperasi
  • Peraturan palisemen
  • Undang-undang oktroi
  • Peraturan Lalu lintas
  • Peraturan maskapai andil Indonesia
  • Peraturan tentang perusahaan negara

Manusia yang berdagang disebut pedagang. Siapa pedagang itu ?

Dalam ketentuan lama dari pasal 2 s/d 5 kUHD disebutkan :

  • Pasal 2 : pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan pernaigaan ssebagai pekerjaannya sehari-hari.
  • Pasal 3 : perbuatan perniagaan pada umumnya adalah perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual.

 

Sumber : http://pangeranarti.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-hukum-dagang-lengkap.html

 

HUKUM PERDATA HUTANG PIUTANG

Menurut pasal 1754 kuhperdata pinjam meminjam adalah perjanjian dimana pihak pertama member kepada pihak kedua sebagai pinjaman sejumlah barang yang bisa habis dipakai dengan syarat bahwa pihak kedua harus mengembalikan barang-barang yang sama jumlahnya.

Perbedaan utama antara pinjam pakai dan pinjam meminjam adalah:

  • Pinjam pakai dilakukan Cuma-Cuma,sedangkan pinjam meminjam dapat dilakukan dengan Cuma-Cuma maupun dengan beban.
  • Pinjam pakai dapat dilakukan dalam benda bergerak maupun tak bergerak,sedangkan pinjam pakai dapat dilakukan hanya benda bergerak.

 

  1. Pinjam meminjam uang

Menurut pasal 1756 kuhperdata utang uang adalah peminjaman uang yang hanya terdiri atas sejumlah uang yang tersebut dalam perjanjian.

  1. Kewajiban pemberi pinjam meminjam

Menurut undang-undang pemberi pinjam meminjam hanya dipinjamkan.kewajiban lain tidak ada karena pinjam meminjam merupakan perjanjian sepihak yang terjadi dengan penyerahan barang dipinjamkan.pasal 1762 kuhperdata menetapkan bahwa pasal 1763 kuhperdata mengenai jaminan tentang cacat-cacat berlaku juga bagi perjanjian pinjam meminjam,kecuali mengenai pinjaman uang.

  1. Kewajiban penerima pinjam meminjam

Pasal 1763 kuhperdata menetapkan bahwa penerima pinjam meminjam berkewajiban untuk mengembalikan apa yang ia pinjam dalam jumlah dan keadaan yang sama pada saat yang telah di tetapkan.

Menurut pasal 1754 kuhperdata tidak mampu untuk mengembalikanya maka ia diwajibkan menggantikan harga barang yang dipinjamkanya ditempat pada waktu sesuai dengan perjanjian pinjam meminjam.

  1. Pinjam meminjam dengan bunga

Pasal 1765 kuhperdata seseorang yang member pinjaman uang yang menghabisi karena pemakaian diperbolehkan memungut bunga atas pinjaman itu.pinjam uang yang berbunga yang banyak sekali terjadi diindonesia.

Berdasarkan pasal 1768 kuhperdata menetapkan bahwa bukti pembayaran lunas bunga.bilamana kreditor menyangkal benarnya anggapan itu,maka kreditorlah yang harus membuktikanya.

  1. Pinjam berbunga abadi

Pasal 1770 kuhperdata menyatakan bahwa perjanjian pinjaman berbunga abadi ialah perjanjian yang mewajibkan penerima pinjaman untuk selama-lamanya pada waktu tertentu membayar bunga,sedangkan pemberi pinjamanmemberi sejumlah uang pokok yang tidak boleh diminta kembali.

 

Sumber : http://umirochayatun.blogspot.co.id/2014/01/pinjam-meminjam.html

 

HUKUM PERDATA KERJASAMA

Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Terdapat 4 syarat keabsahan kontrak yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yang merupakan syarat pada umumnya, sebagai berikut

Syarat sah yang subyekif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

Disebut dengan syarat subyektif karena berkenaan dengan subyek perjanjian. Konsekuensi apabila tidak terpenuhinya salah satu dari syarat subyektif ini adalah bahwa kontrak tersebut dapat “dapat dibatalkan” atau “dimintakan batal” oleh salah satu pihak yang berkepentingan. Apabila tindakan pembatalan tersebut tidak dilakukan, maka kontrak tetap terjadi dan harus dilaksanakan seperti suatu kontrak yang sah.

  1. Adanya kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement)

Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Oleh hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-unsur sebagai berikut.

  • Paksaan (dwang, duress)
  • Penipuan (bedrog, fraud)
  • Kesilapan (dwaling, mistake)

Sebagaimana pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

  1. Wenang / Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)

Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita temukan dalam pasal 1330 KUH Perdata, yaitu

  • Orang-orang yang belum dewasa
  • Mereka yang berada dibawah pengampuan
  • Wanita yang bersuami. Ketentuan ini dihapus dengan berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Karena pasal 31 Undang-Undang ini menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata

Disebut dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian. Konsekuensi hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu objektif akibatnya adalah kontrak yang dibuat batal demi hukum. Jadi sejak kontrak tersebut dibuat kontrak tersebut telah batal.

  1. Obyek / Perihal tertentu

Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam pasal 1332 ddan1333 KUH Perdata.

Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa

“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”

Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya

Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan / dihitung”

  1. Kausa yang diperbolehkan / halal / legal

Maksudnya adalah bahwa suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud / alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Atau ada pula agar suatu kontrak dapat dianggap sah oleh hukum, haruslah memenuhi beberapa persyaratan yuridis tertentu. Terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak dianggap sah, sebagai berikut:

  1. Syarat sah yang obyektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
  • Objek / Perihal tertentu
  • Kausa yang diperbolehkan / dihalalkan / dilegalkan
  1. Syarat sah yang subjektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
  • Adanya kesepakatan dan kehendak
  • Wenang berbuat
  1. Syarat sah yang umum di luar pasal 1320 KUH Perdata
  • Kontrak harus dilakukan dengan I’tikad baik
  • Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
  • Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
  • Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
  1. Syarat sah yang khusus
  • Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu
  • Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
  • Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
  • Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu

 

Sumber : http://rechthan.blogspot.co.id/2015/10/4-syarat-sahnya-perjanjiankontrak.html

 

HUKUM BURUH/KARYAWAN DENGAN PERUSAHAAN/ORGANISASI

Perjanjian perburuhan ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat atau serikat-serikat buruh yang telah terdaftar pada Kementrian Perburuhan dengan majikan, maikan-majikan, perkumpulan majikan berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja (pasal 1 (1) UU No. 21 Tahun 1954).

Dalam pengertian tentang perjanjian perburuhan yang tercantum dalam UU No. 21 Tahun 1954 dapat disimpulkan ada dua hal, yaitu tentang subjek perjanjian perburuhan dan objek perjanjian perburuhan.

Ada dua pihak, yaitu pihak serikat buruh atau serikat-serikat buruh dan pihak majikan atau majikan-majikan atau perkumpulan majikan yang berbadan hukum.

Objek perjanjian perburuhan atau isi perjanjian perburuhan pada umumnya adalah syarat-syarat yang harus dieprhatikan dalam pembuatan perjanjian kerja. Ia merupakan hasil perundingan antara pihak-pihak dalam perjanjian perburuhan yang mendekati keinginan buruh dan majikan. Inilah yang membedakan perjanjian perburuhan dengan peraturan majikan. Yang disebutkan terakhir ini sepenuhnya merupakan keinginan majikan, sehingga tidak jarang mengandung hal hal yang merugikan buruh.

Menurut pasal 2(1) UU No 21 Tahun 1954 dan Permen No. 49 Tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan, yaitu:

  1. Perjanjian perburuhan harus dibuat dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh kedua pihak, atau dibuat dalam bentuk akta otentik atau akta resmi
  2. Perjanjian perburuhan harus memuat :
  • Nama, tempat kedudukan serta alamat serikat buruh
  • Nama, tempat kedudukan serta alamat majikan atau perkumpulan majikan yang berbadan hukum
  • Nomor serta tanggal pendaftaran serikat buruh pada Kementrian Perburuhan
  • Perjanjian perburuhan harus dibuat sekurang-kurangnya rangkap tiga. Kementrian Perburuhan harus diberi satu lembar untuk dimasukkan dalam daftar.
  • Perjanjian perburuhan hanya dapat diselenggarakan untuk waktu paling lam dua tahun. Waktu ini dapat diperpanjang paling lama satu tahun.

Peraturan perusahaan atau reglemen perusahaan di dalamnya berisi tentang syarat-syarat kerja yang berlaku bagi sebagian atau seluruh buruh yang bekerja pada perusahaan (atau majikan) itu. Ada perbedaan antara peraturan perusahaan dengan perjanjian perburuhan. Perbedaannya ialah peraturan perusahaan dibuat secara sepihak oleh perusaaan atau majikan, sedang perjanjian perburuhan dibuat dan ditentukan bersama antara serikat buruh dengan serikat pengusaha (majikan). Karena dibuat secara sepihak, maka sudah jelas bahwa isinya adalah memaksimalkan kewajiban buruh dan meminimalkan hak buruh, serta memaksimalkan hak majikan dan meminimalkan kewajiban majikan.

Oleh karena adanya hal di atas maka dalam pasal 1601j KUHPer ditegaskan bahwa peraturan perusahaan hanya mengikat buruh apabila buruh secara tertulis menyatakan persetujuannya terhadap peraturan perusahaan tersebut. Jika tidak demikian, akan sangat tidak adil jika buruh harus melakukan sesuatu yang tidak pernah ia setujui atau snaggupi. Persetujuan tertulis dari buruh saja tidak cukup membuat peraturan perusahaan yang mengikat buruh, sebab masih ada syarat lainnya, yaitu :

  1. Selembar lengkap peraturan perusahaan itu diberikan kepada buruh secara cuma-Cuma
  2. Oleh atau atas nama majikan telah diserahkan kepada Kementrian Perburuhan selembar lengkap peraturan perusahaan yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan tersedia dibaca oleh umum.
  3. Selembar lengkap peraturan perusahaan ditempelkan dan tetap berada di suatu tempat yang mudah didatangi buruh, dan sedapat mungkin dalam ruangan bekerja, hingga dapat dibaca dengan terang.

Syarat-syarat kumulatif yang terdapat dalam pasal 1601j tersebut pada dasarnya dimaksudkan supaya majikan tidak secara sepihak bermaksud menguntungkan dirinya dengan cara membebankan banyak kewajiban kepada buruh.

 

Sumber : http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/kontrak-kerja/kontrak-kerja

PENDAFTARAN NAMA USAHA

Pendaftaran nama usaha/perusahaan, menurut hemat kami, bisa berarti setidaknya tiga hal berikut;

  1. Pendaftaran nama badan usaha/perusahaan dalam proses pendirian perusahaan,
  2. Pendaftaran perusahaan sebagai kewajiban yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (“UU WDP”); atau
  3. Pendaftaran nama perusahaan sebagai merek.

Berikut penjelasannya:

  1. Pendaftaran nama badan usaha yang dimaksud pada butir 1 bergantung pada bentuk badan usaha/perusahaan yang dipilih. Jika bentuk badan usaha yang Anda pilih bukan badan hukum (misal, CV, Firma atau Persekutuan Perdata) maka tidak perlu dilakukan pengecekan dan pemesanan nama pada instansi manapun. Namun, jika bentuk badan usaha yang Anda pilih adalah badan hukum (misalnya, Perseroan Terbatas/PT, yayasan, atau koperasi) maka dalam proses pendiriannya perlu dilakukan pengecekan dan pemesanan nama. Untuk PT misalnya, pemesanan nama tersebut dilakukan melalui notaris yang akan membuat Akta Pendirian PT pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn., “Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Mendirikan Badan Usaha”, hal. 59).
  2. Pendaftaran perusahaan yang dimaksud butir 2 di atas merupakan lingkup kewenangan dari Kementerian Perdagangan. Pendaftaran perusahaan ini menjadi kewajiban bagi setiap perusahaan yang dijalankan di Indonesia, termasuk namun tidak terbatas bagi usaha-usaha baik berbentuk PT, Koperasi, CV, Firma maupun usaha perorangan. Demikian ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 jo Pasal 8 UU No. 32 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (“UU WDP”) dan Permendag No. 37/M-DAG/PER/2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan (“Permendag 37/2007”).

Adapun hal-hal yang wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan berbeda-beda bergantung pada bentuk perusahaan yang akan didaftarkan. Untuk PT misalnya, hal-hal yang wajib didaftarkan di antaranya:

  1. nama perseroan;
  2. merek perusahaan.
  3. tanggal pendirian perseroan,
  4. jangka waktu berdirinya perseroan.
  5. kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha perseroan;
  6. zin-izin usaha yang dimiliki.
  7. alamat perusahaan pada waktu perseroan didirikan dan setiap perubahannya;
  8. alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu dan agen serta perwakilan perseroan.

(Lihat Pasal 1 ayat [1] UU WDP)

Mengenai cara dan tempat serta waktu pendaftaran perusahaan ini diatur dalam Bab IV UU WDP, dalam Pasal 9 dan Pasal 10 yaitu dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
  • Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan yaitu:
  • di tempat kedudukan kantor perusahaan;
  • di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
  • di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
  • Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.

Menurut Pasal 3 ayat (1) Permendag 37/2007, pendaftaran perusahaan dilakukan pada Kantor Pendaftaran Perusahaan (KPP) Kabupaten/Kota/Kotamadya tempat kedudukan perusahaan yang bersangkutan. Pendaftaran perusahaan dapat dilakukan oleh Kantor Dinas/Suku Dinas yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Perdagangan atau Pejabat yang bertugas dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (lihat Pasal 3 ayat [2] Permendag 37/2007).

  1. Dan pendaftaran ini wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya.Jika Anda ingin menjadikan nama perusahaan sebagai merek, maka Anda harus mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Karena, nama perusahaan dan merek adalah dua hal yang harus dibedakan. Apabila suatu perusahaan ingin mendapatkan merek sesuai dengan namanya, maka perusahaan tersebut tetap harus melakukan pendaftaran sebagaimana diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

 

Sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e085e4ac5a0f/bagaimana-cara-mendaftarkan-nama-usaha

BENTUK PERUSAHAAN DI INDONESIA

FA – Firma

Firma yaitu perusahaan yang dimiliki oleh 2 orang atau lebih dan orang itu mengoperasionalkan perusahaan dengan nama bersama. Kelebihan mengguna firma: Jumlah modal perusahaan firma relatif lebih besar dibandingkan dengan perusahaan perorangan, mudah mendapatkan kredit, menejemen yang mudah, mendirikan firma dengan mudah tanpa ada notaris. Keburukan mengunakan firma adalah: Tanggungjawab pemilikan tidak terbatas atas seluruh hutang firma, Kelangsungan hidup perusahaan yang tidak menentu, kerugian firma yang dilakukan oleh anggota lain harus ditanggung bersama.

 

PO – Perusahaan Perorangan.

Adalah perusahaan yang dimiliki oleh seseorang dan bertanggungjawab sepenuhnya atas semua resiko dan kegiatan perusahaan. Tidak memerlukan izin untuk mendirikan PO, keuntungan 100% milik perusahaan, bebas dan fleksibel.

 

 Koperasi – Co-operative

Koperasi yaitu perusahaan yang dimiliki oleh anggota perusahaan koperasi secara perorangan dan badan hukum koperasi. Menurut UU No.25 Thn 1992 koperasi yaitu badan usaha yang beranggotakan seorang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azaz kekeluargaan.

 

PK /CV- Persekutuan Komanditer – limited partnership.

Persekutuan Komanditer (commanditaire vennootschap atau CV) adalah suatu persekutuan yang didirikan oleh seorang atau beberapa orang yang mempercayakan uang atau barang kepada seorang atau beberapa orang yang menjalankan perusahaan dan bertindak sebagai pemimpin.

 

Dari pengertian di atas, sekutu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

  • Sekutu aktif atau sekutu Komplementer, adalah sekutu yang menjalankan perusahaan dan berhak melakukan perjanjian dengan pihak ketiga. Artinya, semua kebijakan perusahaan dijalankan oleh sekutu aktif. Sekutu aktif sering juga disebut sebagai persero kuasa atau persero pengurus.
  • Sekutu Pasif atau sekutu Komanditer, adalah sekutu yang hanya menyertakan modal dalam persekutuan. Jika perusahaan menderita rugi, mereka hanya bertanggung jawab sebatas modal yang disertakan dan begitu juga apabila untung, uang mereka memperoleh terbatas tergantung modal yang mereka berikan. Status Sekutu Komanditer dapat disamakan dengan seorang yang menitipkan modal pada suatu perusahaan, yang hanya menantikan hasil keuntungan dari inbreng yang dimasukan itu, dan tidak ikut campur dalam kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan usaha perusahaan. Sekutu ini sering juga disebut sebagai persero diam.

Persekutuan komanditer biasanya didirikan dengan akta dan harus didaftarkan. Namun persekutuan ini bukan merupakan badan hukum (sama dengan firma), sehingga tidak memiliki kekayaan sendiri.

 

PMA – Penenaman Modal Asing – foreign joint venture company.

Penanaman Modal Asing atau (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakui sisi perusahaan.

Penanaman Modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal).

Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya jangka panjang, banyak memberikan adil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja.

 

PMDN – Penanaman Modal Dalam Negeri – domestic capital investment company.

Penanam modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan WNI, badan usaha Negeri, dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur di dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

 

Persekutuan Pedata – professional partnership.

Maatschap atau Persekutuan Perdata, adalah kumpulan dari orang-orang yang biasanya memiliki profesi yang sama dan berkeinginan untuk berhimpun dengan menggunakan nama bersama. Maatschap sebenarnya adalah bentuk umum dari Firma dan Perseroan Komanditer (Comanditaire Venotschap). Dimana sebenarnya aturan dari Maatschap, Firma dan CV pada dasarnya sama, namun ada hal-hal yang membedakan di antara ketiganya.

 

Pada dasarnya pendirian suatu Maatschap dapat dilakukan untuk 2 tujuan, yaitu:

  1. Untuk kegiatan yang bersifat komersial
  2. Untuk persekutuan-persekutuan yang menjalankan suatu profesi.

Contohnya adalah persekutuan di antara para pengacara atau para akuntan,yang biasanya  dikenal dengan istilah associate, partner, rekan atau Co – company.

 

Perusahaan Umum (Perum) – state-owned company.

Perusahaan Negara Umum (Perum) yaitu perusahaan yang dimiliki oleh Negara atau pemerintah pusat yang bergerak dalam bisnis jasa publik (Publik Utilytas) bertujuan untuk mencari laba dan melayani kepentingan umum atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

Perusahaan Jawatan (Perjan) – state-owned company.

Perusahaan Negara Jawatan (Perjan) yaitu perusahaan yang dimiliki oleh Negara atau pemerintah pusat yang bergerak dalam bisnis jasa publik (Pulik Srvice) bertujuan untuk mencari laba danmelayani kepentingan umum. Contoh : Perjan Radio Republik Indonesia dan Perjan Televisi Repubilik Indonesia.

 

PT – Perseroan Terbatas – limited liability company.

Yaitu perusahaan yang dimiliki oleh satu, dua orang atau lebih sebagai pemegang saham yang bertanggungjawab terbatas atas hutang perusahaan.

Tanggungjawab terbatas pemegang saham atas hutang perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin karena perusahaan tidak tergantung pada beberapa pemegang saham dan pemegang saham dapat berganti. Mudah menjual perusahaan dengan menjual saham. Mudah menambah modal termasuk dengan mengeluarkan saham baru. Mudah mendapatkan para Manajer professional untuk mengelola perusahaan.

Pajak ganda yaitu pajak laba perusahaan dan pajak deviden. Pendirian PT lebih sulit kerena memerlukan akte notaris dan izin khusus. Biaya pendirian PT relatif besar. Rahasia PT mudah terbuka karena kegiatan PT harus dilaporkan kepada para pemegang saham.

Ada 6 jenis perseroan terbatas (PT) yaitu :

  • Perseroan terbatas tertutup yaitu perseroan terbatas yang dimiliki oleh satu kelompok pemegang saham secara tertutup,biasanya pemegang saham keluarga.
  • Perseroan terbatas terbuka (Tbk) yaitu perseroan terbatas yang dimiliki oleh para pemegang saham secara terbuka.
  • Perseroan terbatas kosong yaitu perseroan terbatas yang tinggal namanya saja dan tidak mengoperasikan bisnisnya lagi.
  • Perseroan terbatas asing yaitu perseroan terbatas yang didirikan di luar negeri dan juga memiliki tempat di luar negeri.
  • Perseroan terbatas domestic yaitu perseroan terbatas yang didirikan di dalam negeri dan juga mempunyai tempat kedudukan di dalam negeri.
  • Perseroan Terbatas Negara (Persero) yaitu perseroan terbatas yang seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki oleh Negara atau pemerintah pusat.

 

Yayasan – Foundation.

Yayasan yaitu perusahaan yang dimiliki oleh seorang atau lebih yang bergerak dalam bidang bisnis social.

 

Sumber : http://thatgot.com/bentuk-perusahaan-di-indonesia/

Tugas Softskill Perlindungan Konsumen

Batalkan Transaksi, Lazada Langgar Undang- Undang Perlindungan Konsumen

 

Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan Achmad Supardi telah menjadi korban dari situs ecommerce Lazada. Ia mengatakan Achmad Supardi sebagai korban bisa melaporkan kasus ini kepada Kementerian Perdagangan.

Widodo menjelaskan situs Lazada telah melanggar Undang Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.

Ada 3 pasal yang dilanggar Lazada yaitu Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 16.

  • Isi dari pasal 9 adalah pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan atau mengiklankan suatu barang dan jasa secara tidak benar, atau seolah olah barang tersebut telah memenuhi potongan harga, harga khusus, standar mutu, barang tersebut dalam keadaan baik, barang dan jasa tersebut telah mendapatkan sponsor atau persetujuan, menggunakan kata kata berlebihan seperti, aman, murah serta menawarkan sesuatu yang belum pasti.
  • Isi dari pasal 10 adalah pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif, kegunaan suatu barang, tawaran potongan harga dan hadiah yang menarik.
  • Dan isi pasal 16 adalah pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan dilarang untuk tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian dan tidak menepati janji.

” Konsumen mempunyai haknya dan dilindungi,” ujar Widodo kepada Investor Daily, di Jakarta, Minggu (3/1).

Widodo mengatakan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain.

Sementara perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

” Indonesia adalah negara hukum dan jika ada yang melanggar ada sanksinya,” ujar dia.

Ia mengatakan berdasarkan UU perlindungan konsumen, Lazada sudah melanggar pasal 9, pasal 10 dan pasal 16 dan dikenakan sanksi sesuai pasal 62 dan 63.

Sanksinya berupa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal 9 dan pasal 10, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal 16, dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Sementara Pasal 63 berbunyi, pelaku usaha bisa dicabut izin usahanya.

Seperti diketahui, Achmad Supardi merupakan korban yang dirugikan Lazada, Achmad Supardi membuat pengakuan bahwa Lazada sudah membatalkan secara sepihak transaksi yang sudah dibayar lunas konsumen dan mengembalikan dana konsumen tersebut dalam bentuk voucher belanja yang hanya bisa dibelanjakan di Lazada.

Achmad membeli 1 unit sepeda motor honda vario dan 3 unit sepeda motor Honda Revo pada 12 Desember 2015 di Lazada, 3 unit Honda Revo dibeli dengan harga masing masing Rp 500 ribu dengan total Rp 1.500.000, sementara Honda Revo dibeli dengan harga Rp 2.700.000 untuk pembelian cash on the road, harga pada situs Lazada adalah harga sepeda motor secara cash on the road bukan kredit, dan angka tersebut bukan angka uang muka, dan Achmad mengira harga murah bagian dari promosi gila gilaan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), dan ia sudah melakukan pembayaran transfer melalui ATM BCA, transaksi sah dan dikonfirmasi Lazada.

Pada 14 Desember 2015, Achmad kembali membuka situs Lazada dengan tampilan sama namun sudah ada bagian tambahan bahwa harga motor sudah merupakan harga kredit, di tanggal yang sama, ia ditelepon pihak Honda Angsana yang merupakan tenant sepeda motor Lazada, staf Angsana menanyakan apakah sepeda motor dibeli secara kredit, Achmad menjelaskan sepeda motor dibeli secara cash on the road, pihak Angsana menelepon hingga dua kali.

Dua hari kemudian, Achmad mengecek status transaksi di Lazada dan ia terkejut karena transaksi yang dikonfirmasi dan tinggal menunggu pengiriman ternyata berubah menjadi ditolak dan ditutup oleh Lazada. Secara sepihak Lazada memproses refund dengan memberikan voucher belanja sesuai jumlah uang yang dibelanjakan untuk membeli 4 unit sepeda motor dan mengganti dana dengan 2 voucher sebesar Rp 4,2 juta.

Achmad mengaku kecewa, karena voucher tidak bisa diuangkan, sebagai konsumen ia meminta Lazada meminta maaf, dan sebagai perusahaan besar tidak selayaknya memperlakukan konsumen dengan tidak terhormat.

 

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 8 TAHUN 1999

TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

  • bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
  • bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung, tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan / atau jasa yang, memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan / atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;
  • bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globilisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar;
  • bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab;
  • bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum memadai;
  • bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat;
  • bahwa untuk itu perlu dibentuk Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen;

Mengingat:

Pasal 5 Ayat 1, Pasal 21 Ayat 1, Pasal 27, dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

  • Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
  • Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
  • Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
  • Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.
  • Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
  • Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.
  • Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
  • Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia.
  • Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
  • Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
  • Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
  • Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
  • Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Pasal 3

Perlindungan konsumen bertujuan:

  • meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
  • mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
  • meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
  • menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
  • menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
  • meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama

Hak dan Kewajiban Konsumen

Pasal 4

Hak konsumen adalah:

  • hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
  • hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  • hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  • hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan;
  • hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  • hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  • hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  • hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  • hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5

Kewajiban konsumen adalah:

  • membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  • beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  • membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  • mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 6

Hak pelaku usaha adalah:

  • hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  • hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
  • hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
  • hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;
  • hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 7

Kewajiban pelaku usaha adalah:

  • beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  • memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
  • memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  • menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  • memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  • memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  • memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

 

Sumber: http://www.beritasatu.com/iptek/337594-batalkan-transaksi-lazada-langgar-uu-perlindungan-konsumen.html

Sumber:           http://www.radioprssni.com/prssninew/internallink/legal/uu_8_99perlkonsum.htm

 

 

 

PERIKATAN PADA UMUMNYA

  1. Pengertian Perikatan

Menurut para sarjana pengertian perikatan diartikan berbeda-beda, yaitu:

  • Menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H. Hukum perikatan ialah kesemuanya kaidah hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang bersumber pada tindakannya dalam lingungan hukum kekayaan.
  • Menurut Prof. Subekti, S.H. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain.
  • Menurut Abdulkadir Muhammad, S.H. Perikatan ialah hubungan hukum yang terjadi antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksudkan dengan perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.

      2. Macam-macam Perikatan

Perikatan bersyarat (Pasal 1253-1267 KUHPer)

Perikatan Bersyarat mengandung arti bahwa suatu perikatan adalah bersyarat apabila ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu akan terjadi. Perikatan bersyarat terdiri dari:

  • Perikatan dengan syarat tangguh. Ialah perikatan lahir jika peristiwa tersebut telah terjadi pada detik terjadinya peristiwa tersebut (1263 KUHPer).
  • Perikatan dengan suatu syarat batal. Ialah perikatan yang sudah lahir akan berakhir atau batal jika peristiwa tersebut terjadi. Perikatan juga batal apabila (1). Syarat itu bertentangan dengan susila atau yang dilarang UU. (2). Pelaksanaan digantungkan pada kemauan debitur (Pasal 1256 KUHPer)

Perikatan dengan ketetapan waktu (Diatur dalam Pasal 1268-1281 KUHPer).

Perikatan dengan ketetapan waktu ialah perikatan yang hanya menangguhkan pelaksanaannya atau lama waktu berlakunya suatu perikatan.

 

Perikatan mana suka (alternatif)

Dalam perikatan mana suka, si debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perjanjian, tapi ia tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima sebagian dari barang yang lainnya (Pasal 1272 KUHper).

 

Perikatan tanggung menanggung

Jika dalam suatu perjanjian secara teas kepada masing-masing pihak diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang, sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang membebaskan pihak yang berutang.  Misalnya, dalam Firma, jika salah satu pihak dalam firma tersebut utang kepada bank atas nama firma, maka semua anggota yang terdapat dalam firma akan menanggung utang dari pihak yang berutang kepada bank tadi (tanggung-renteng).

 

Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi

Pada hakekatnya perikatan ini tergantung pada kehendak kedua belah pihak, tentang memenuhi prestasi (kewajiban yang diperjanjikan).

 

Perikatan dengan suatu ancaman hukuman

Perikatan ini bertujuan untuk  mecegah jangan sampai orang (si berhutang/kreditur) melalaikan kewajibannya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah tertentu (uang), yang merupakan pembayaran kerugian atas wanprestasi yang sejak semula ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuta perjanjian itu.

      3. Sumber-sumber Perikatan

Perikatan yang bersumber dari perjanjian (Pasal 1313 KUHPer), terdiri dari:

  • Perjanjian bernama,yakni perjanjian yang sudah ditentukan dan diatur dalam Perpu/UU. Misalnya: jual-beli, sewa-menyewa.
  • Perjanjian tidak bernama, yakni perjanjian yang belum ada dalam UU. Misalnya: leasing, dsb.

Perikatan yang bersumber dari Undang-Undang (Pasal 1352 KUHPer)

  • Undang-undang saja (1352 KUHPer), contohnya: hak numpang pekarangan.
  • Undang-undang karena perbuatan orang (Pasal 1353 KUHPer), contohnya: perbuatan yang halal (1354 KUHPer) dan perbuatan yang melawan hukum (1365 KUHPer).

 

     4. Hapusnya Perikatan

Menurut Pasal 1382 KUHPer, hapusnya perikatan terjadi karena:

  • Pelunasan berupa prestasi dalam perjanjian (Pasal 1382 -1403 KUHPer)
  • Penawaran pembayaran diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. Diatur dalam Pasal 1404-1412 KUHPer, jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai dengan perantaraan notaris atau juru sita, jika si berpiutang menolaknya, maka si berutang menitipkan uang atau barangnya kepada Paniter Pengadilan Negeri untuk disimpan. Maka hal ini akan membebaskan si berutang dan berlaku sebagai pembayaran.
  • Pembaharuan Utang (novasi). Pembuatan perjanjian baru yang menghapuskan perikatan yang lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru (Subekti, 2003, hlm 156)
  • Perjumpaan utang (kompensasi/timbal balik). Pencampuran utang terjadi apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul apda 1 orang(1436 KUHPer). Pencampuran yang terjadi pada diri debitur utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya.
  • Pembebasan utang. Suatu perbuatan hukum di mana kreditur dengan sukarela membebaskan/melepaskan haknya dari debitur dari segala kewajibannya (1438-1443 KUHPer).
  • Musnahnya barang yang terutang (1444-1445 KUHPer). Barang yang menjadi oyek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diapa-apakan.
  • Hapusnya perikatan karena pembatalan diatur dalam Pasal 1446 KUHPer, disebutkan pembatalan perikatan apabila: (a). Perikatan itu dibuat oleh mereka yang tidak cakap hukum, (b). Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan dan penipuan.
  • Berlakunya suatu syarat batal. Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan perikatan dan membawa segala sesuatau kembali pada semula, seolah-olah tidak terjadi perikatan.

 

Sumber : http://www.sumbbu.com/2016/04/hukm-perdata-hukum-perikatan-pengertian-macam-sumber.html